Demokrat Paham Siapa PKS

Itu wajar saja. Sosok partai militan selalu punya lawan dan kawan. Ini tidak aneh, sepanjang masa. Semua gerakan reformis selalu punya resistensi.

Isu wahabi menyeruak di PKS saat partai politik intensif menggalang koalisi. Sebagaimana diketahui, PKS akan berkoalisi dengan Partai Demokrat dan menyodorkan kadernya sebagai cawapres SBY. Apakah isu ini mengganggu?

Anggota Majelis Syura DPP PKS Hidayat Nur Wahid mengakui pihak Partai Demokrat meminta klarifikasi perihal isu wahabi serta anti-NKRI di tubuh PKS. Isu ini jelas membuat gusar petinggi PKS.

Namun, menurut Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Ahmad Mubarok, isu wahabi sama sekali tak merusak komunikasi politik yang kini tengah dibangun antara partainya dengan PKS.

“Kami paham siapa PKS dan Hidayat Nur Wahid. Saya tahu betul apa ideologi PKS dan apa wilayahnya,” tandasnya di Jakarta. Berikut wawancara lengkapnya:

Anggota Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid mengkhawatirkan isu soal wahabi bisa menganggu komunikasi politik yang sedang dibangun dengan Partai Demokrat. Apakah betul pihak Partai Demokrat mengklarifikasi perihal rumor wahabi di PKS?

Itu mungkin ada personal Partai Demokrat yang belum paham. Mungkin saja, yang belum faham saja. Kalau saya faham betul bahwa Hidayat Nur Wahid bukan wahabi.

Perihal SMS dan aspirasi yang masuk ke Anda terkait dengan resistensi publik, jika Hidayat Nur Wahid menjadi cawapres SBY?

Itu wajar saja. Sosok partai militan selalu punya lawan dan kawan. Ini tidak aneh, sepanjang masa. Semua gerakan reformis selalu punya resistensi.

Jadi sama sekali isu wahabi ini tidak mempengaruhi komunikasi politik PKS-Partai Demokrat?

Tidak.

Bagaimana dengan kekhawatiran PKS jika keputusan SBY dan Partai Demokrat dalam memilih cawapres kelak berpijak pada fitnah yang beredar seperti saat ini seperti tentang wahabi?

Insya Allah tidak. Keberatan wajar saja. Bukan hanya soal Hidayat Nur Wahid. Misalnya, SMS yang mohon juru bicara Tim Sembilan jangan Hayono Isman, jangan Ruhut Sitompul, itu juga masuk. Jadi SMS seperti itu biasa saja.

Dengan isu wahabi yang menerpa PKS, apakah secara institusional partai cukup faham?

Secara institusional Partai Demokrat faham, saya jaminannya. Saya kenal betul ideologi PKS, wilayahnya apa, sama sekali tidak merasa terancam. Tetapi saya juga paham jika ada orang takut, karena orang tersebut belum paham.

Dosa Besar Pemilu 2009

Pencederaan hak-hak para pemilih itu adalah dosa besar Pemilu 2009 yang tak sekadar layak diratapi. Celakanya, sejumlah salah kaprah kita temukan dalam perbincangan tentang kisruh DPT. Pertama, kisruh DPT lebih banyak dipahami sebagai bencana administrasi. Ini jelas salah besar! Kisruh ini bukanlah bencana administrasi, melainkan pelecehan atas hak politik rakyat!

Mereka yang memahaminya sebagai sekadar perkara administratif tak paham bahwa bagian terpenting dalam setiap pemilu demokratis adalah terpenuhinya hak-hak politik para pemilih. Tanpa ini, pemilu cedera berat.

Adalah salah besar menjadikan hal ihwal administratif (tak tercatat dalam DPT) sebagai alasan untuk membunuh hak pilih seseorang. Semestinya administrasi harus tunduk, tersubordinasi, dibuat lentur, menyesuaikan diri untuk memenuhi hak-hak pemilih. Setiap orang yang punya bukti sah kependudukan semestinya beroleh kesempatan menunaikan hak pilihnya.

Kedua, kisruh DPT dipahami sebagai muasal persoalan. Sejatinya, kisruh ini adalah konsekuensi logis dari kekacauan administrasi kependudukan kita. Itu bukanlah sebab, melainkan akibat.

Tak satu pun dari empat presiden pada era reformasi yang berhasil menata administrasi kependudukan secara layak. Alhasil, tiga pemilu legislatif (1999, 2004, 2009), satu pemilu presiden (2004), dan lebih dari 450 pemilihan kepala daerah selama satu dasawarsa terakhir dicederai rendahnya kredibilitas data pemilih. Dicederainya hak pilih ratusan ribu —bahkan jutaan—calon pemilih dalam pemilu pada 9 April lalu adalah puncak dari kisruh permanen berulang-ulang itu.

Sejak awal reformasi sudah kerap kita dengar beragam rencana pembenahan administrasi kependudukan. Kita juga pernah mendengar rencana komputerisasi data kependudukan dan pemberlakuan nomor identitas tunggal bagi setiap penduduk. Nyatanya, dalam perkara ini kita tak beranjak maju.

Ketiga, kisruh DPT dipahami sebagai buah kekeliruan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tentu saja KPU punya andil memfasilitasi tak terkelolanya kisruh itu. Namun, KPU bukan biang keladi sendirian. Menteri Dalam Negeri (yang membawahkan otoritas pendataan dan administrasi kependudukan) dan Presiden (sebagai penanggung jawab tertinggi pengelolaan administrasi pemerintahan) adalah pihak-pihak yang selayaknya ikut bertanggung jawab.

Maka, saya sungguh menyesalkan bahwa sampai dengan saat ini belum terdengar sepotong pun permohonan maaf dari KPU, Mendagri, maupun Presiden kepada setiap orang yang hak-hak politiknya dilucuti. KPU terkesan lebih senang membela diri, Mendagri alpa bahwa ia ikut bertanggung jawab, dan Presiden lebih sibuk menyiapkan jalan terlapang menuju termin kedua pemerintahannya.

Keempat, banyak partai politik berasumsi bahwa kisruh DPT menyebabkan mereka kalah. Padahal, sungguh sulit mengaitkan serta-merta kisruh itu dengan perolehan suara setiap partai. Tak ada satu teori pun yang bisa membuktikan bahwa kisruh ini menguntungkan secara konsisten partai tertentu dan merugikan partai yang lain. Kisruh ini pun akhirnya hanya sekadar topeng pemanis untuk menyembunyikan ketidaksiapan sebagian partai untuk kalah.

Dua perkembangan

Dari balik kisruh DPT, mencuat dua kemungkinan perkembangan: perlawanan warga negara atau kemarahan partai-partai.

Para calon pemilih yang hak politiknya dicederai punya alasan kuat untuk melakukan aksi kolektif menuntut pertanggungjawaban para pejabat publik terkait. Mereka berhak memperkarakan pelecehan hak-hak politik mereka melalui jalur hukum secara elegan, tanpa kekerasan, dengan melintasi sekat partai atau pilihan politik. Demokrasi harus memberikan jalan lapang bagi perlawanan semacam ini.

Tetapi, kita layak cemas. Yang lebih mengemuka justru kemarahan partai-partai. Kisruh DPT boleh jadi hanya dijadikan instrumen politik oleh partai-partai untuk memperkarakan hasil pemilu. Menolak hasil pemilu tentu boleh-boleh saja, tetapi adalah kanak-kanak menjadikan kisruh DPT sebagai alasan pembenar sebuah kemarahan membabi buta. Adalah tak bertanggung jawab menyamarkan ketidaksiapan kalah di balik isu pelecehan hak-hak politik rakyat.

Memanjakan kemarahan partai-partai, sambil keluar dari konteks persoalan sesungguhnya, hanya akan memperbesar dosa kita dalam Pemilu 2009. Padahal, alih-alih menambah dosa, semestinya saatnya sekarang kita bertobat, yakni dengan segera membenahi data kependudukan untuk pemilu presiden besok.

EEP SAEFULLOH FATAH Pemerhati Politik dari Universitas Indonesia

Bagi PKS Kampanye Tidak Pernah Berakhir

Kenapa mereka mau berbuat demikian? Karena, mereka menginginkan perubahan segera terjadi di negeri ini. Mereka tidak mau lagi lembaga legistatif, eksekutif dan yudikatif dipenuhi oleh orang-orang yang bermental buruk alias politisi busuk.

Bagi partai lain kampanye terbuka mungkin sudah berakhir, tapi tidak demikian bagi partai bernomor 8 (Partai Keadilan Sejahtera/PKS) ini. Bagi si nomor 8 ini, perjuangan terus dilakukan hingga mencapai hasil yang didambakan.

Para kader dan simpatisan PKS terus bergerilya di dunia maya, ranah yang tidak diatur oleh Undang-undang pemilu. Berbagai cara yang tidak bertentangan dengan hukum dan Undang-undang terus dilakukan oleh kader dan simpatisan PKS.

Mereka mengajak orang-orang yang mereka kenal, termasuk penulis tentunya agar pada tanggal 9 April 2009 memilih PKS. Ini menunjukkan betapa hebat militansi dan kecintaan yang dimiliki oleh para kader partai yang menamakan dirinya Partai dakwah ini dan bersemboyankan Bersih, Peduli, Profesional.

Kenapa mereka mau berbuat demikian? Karena, mereka menginginkan perubahan segera terjadi di negeri ini. Mereka tidak mau lagi lembaga legistatif, eksekutif dan yudikatif dipenuhi oleh orang-orang yang bermental buruk alias politisi busuk.

Dalam pesan yang diterima penulis, Dewan Pengurus Pusat(DPP) PKS menghimbau agar seluruh kader dan simpatisan PKS yang memiliki account di Facebook, YM, dan Gtalk agar memanfaatkannya semaksimal mungkin untuk mengajak orang-orang yang mereka kenal agar memenangkan PKS.

Bila teman anda ada 100 orang, maka anda telah berkampanye kepada 100 orang tersebut, subhanallah, demikian DPP PKS.

Sementara itu menurut salah seorang kader PKS di Batam, Ricky Indrakari, mengatakan 'serangan udara' akan efektif dengan tindak lanjut menggelar 'infantry darat' secara massive dengan himbauan agar masyarakat yang punya hak pilih tidak golput.

Label